Cerpen Terbaru Episode I (Arti Senyum Yang Tersembunyi)
https://rinojanggu.blogspot.com/2020/08/arti-senyum-yang-tersembunyi.html Episode I
ARTI SENYUMAN YANG TERSEMBUNYI
******
Pada suatu waktu, saat
matahari sedang berjuang menuju titik terbenamnya, kira-kira jam 10.30 pagi.
Ada sosok seorang perempuan berambut lurus dan panjang yang tidak bedanya
dengan sosok seseorang yang pernah hadir dalam mimpi waktu aku beranjak usia 15
tahun. Wajahnya elok, seperti mawar pagi yang baru mekar dan belum ada
seekor pun kumbang mencabiknya. Tinggi badan seimbang dengan postur tubuhnya.
Sehingga keindahan tak terlepas dan tak ingin pergi dari lukisan dirinya.
Sungguh, setiap kali angin mengempaskan rambutnya yang panjang dan lurus itu,
bayangan itu seperti melemparkan suatu senyuman yang ingin aku ketahui. Namun,
aku belum mengenal dirinya. Siapa? Dari mana? Apakah ia seorang gadis yang
menetap di samping bukit itu? Memang dekat bukit itu, ada salah satu kampung
yang jaraknya sekitar setengah jam ditempuh dengan jalan kaki. Tetapi kenapa
harus berada di bukit ini? Mungkin dia hanya datang untuk menikmati keindahan
pantai laut yang terletak dua mil jauhnya. Karena pantai laut itu benar-benar
menampakan keindahannya kalau dipandang dari jauh apa lagi dari atas bukit.
Atau ia sedang melintasi menuju tujuannya? Ini belum ku ketahui dengan pasti.
Dan tidak perlu ku ketahui. Yang pasti bahwa dia adalah sosok seorang perempuan
yang cantik dan elok.
***Sekitar beberapa waktu
setelah bayangan itu hadir di kaki bukit itu, tak sengaja juga tak terencanakan
supaya aku tetap beralun-alun dan terus berusaha untuk membawakan jiwaku pada
bayangan yang tadinya hadir. Sebab aku berada di kaki bukit itu bukan untuk melihat
bayangan itu. Dan bukan juga untuk menikmati keindahan pantai laut yang tadinya
kuduga bahwa ia datang untuk menikmatinya. Tetapi aku datang yang kebetulan
melewati bukit itu. Dan tidak ada perlunya aku memikirkan tetang perempuan itu
dan tidak ada hubungannya aku dengannya. Aku hanyalah pengembara. Sementara,
perempuan itu hanyalah sesuatu yang mesti hadir setiap orang yang melewati
jalan itu. Karena jalan itu selalu dilewati oleh banyak orang. Ada yang ke sana dan ada yang kemari. Sehingga tidak perlu dipersoalkan antara aku dan dia. Dan
pantaslah aku menemukan seseorang. Ini juga pernah aku alami saat aku melintasi
gurun pasir. Mengalami hal yang sama, seorang perempuan yang cantik dan elok
dan tubuhnya juga seimbang dengan tinggi badannya. Tetapi perempuan yang
kutemui di gurun pasir itu tidak mempertontonkan wajahnya. Itu mungkin karena
kain yang diikatkan di kepalanya. Sehingga tidak ada kesempatan untuk saling
berpapasan sebab panasnya matahari waktu itu, menyuruh kami untuk berburu-buru
mencari teduhan.
***Sejenak aku merenung.
Aku kembali ke masa yang silam yang sebenarnya aku tidak suka kembali mengingat
apa yang telah terjadi. Tetapi karena perempuan yang tadi kutemui di kaki bukit
itu, mengajar aku untuk memikirkan apa yang telah terjadi. Ini sulit. Aku tidak
mau bergelut dengan masa lalu. Karena sebelum aku menjadi pengembara, aku
pernah menjadi seorang penjaga taman wisata. Waktu itu aku mengalami kejadian
yang tidak mau kuingat dan bahkan suda lupa bagaimana caranya untuk
mengingatnya kembali. Pokonya aku tidak mau ke masa lalu.
Akan tetapi, ada apa di
balik perempuan di kaki bukit itu sampai beraninya angin mengempaskan rambutnya
sehingga aku bisa melihat senyumannya yang manis itu? Itu mungkin perbedaan
antara perjumpaan di bawa teriknya matahari dan di bawa naungan pohon yang
rindang. Atau mungkin senyumannya itu menandakan seperti apa yang pernah
kudengar waktu aku masih kecil. Aku mendengarnya dari seorang yang usianya
tidak ada bedanya dengan usiaku sekarang ini. Kata itu lazim disebut kapan dan
di mana saja. Dan kata itu digunakan saat dua orang ‘laki-laki dan perempuan
mulai ada rasa saling suka. Ahh...tidak “kataku setelah bejalan cukup jauh
tempat itu”. Perjalananku masih jauh. Aku tidak boleh jatuh cinta sekarang! Aku
boleh jatuh cinta sampai perjalananku sampai pada tujuan. Karena jika aku tidak
sampai tujuan, aku bukanlah seorang yang sukses.
***Sementara aku masih
bercakap-cakap dengan diriku sendiri tentang perempuan yang kutemui di kaki
bukit itu, terbanglah seekor burung tepat di depan mataku dan membawa
pandanganku ke suatu tempat yang merupakan tempat dimana orang yang setiap kali
melintasi jalan itu, mereka selau luangkan waktu sejenak untuk beristirahat.
Sebab cukuplah jauh dan melelahkan setelah melewati jalan yang berliku-liku
dari kaki bukit sampai pada tempat peristirahatan itu. Dan memang tempat itu
sangat cocok untuk dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Karena di tempat
itu selain mendapatkan teduhan yang sejuk juga menikmati nyanyian burung-burung
yang menceritakan ‘bukit itu dipenuhi dengan pohon-pohon yang setiap jenis
burung datang memakan buah-buahnya’. Burung-burung beramai-ramai terbang ke sana
kemari. Ada pula yang sedang mencabik-cabik makanan dan ada pula yang sedang
menyanyi. Suara yang didengar beraneka ragam. Karena setiap jenis burung
mengeluarkan suaranya masing-masing. Sehingga, setiap orang yang datang di
bukit itu, sungguh mengalami keindahan alam yang sebenarnya. Memang sebelum
manusia mempergunakan alam ini, keindahannya mengagumkan seperti yang ada di
bukit itu. Tetapi, suatu yang tidak dipercayakan kalau perempuan yang tadi
kutemui di kaki bukit itu, datang untuk menikmati nyanyian burung-burung di
bukit itu? Karena tempat indah itu, keindahannya berbeda jauh dengan tempat
wisata pernah aku jagahi dulu. Mengapa ia tidak ke taman wisata itu? Mengapa
harus datang di tempat ini yang tidak ada kisahnya seperti tempat wisata lain?
***Saat aku menarik nafas
untuk merasakan kesegaran udara di perbukitan itu, perlahan-lahan tubuh mulai
pulih dari kelelahannya. Itu bukan karena kesehatanku yang stabil. Bukan juga
karena kesegaran udara di bawah naungan pohon yang rimbun itu. Melainkan karena
senyuman terakhir dari perempuan itu. Sebab suda lama aku mendapatkan wajah yang
melemparkan senyuman setelah ibu dan ayahku meninggalkan aku. Dan aku tidak
tahu kapan terakhir kalinya aku mendapatkan senyuman dari ayah dan ibuku?
Beberapa menit kemudian aku
mulai melanjutkan perjalan ku yang cukup jauh itu dan hanya ditemani oleh
senyuman dari perempuan itu. Ini menambahkan semangatku untuk terus mencapai
tujuanku. Tetapi aku tidak boleh terpengaruh dengan gambaran wajahnya. Karena
aku bukan tujuan padanya dan bukan pula seorang pencari jodoh. Aku hanyalah
pengembara yang masih di tengah perjuangan.
Tidak lama kemudian aku
sampai di atas puncak bukit itu. Sungguh di atas pucak bukit itu benar-benar
menikmati keindahan yang sangat luar biasa. Mungkin yang kuduga terhadap
perempuan itu benar. Tetapi sedikit ragu. Kenapa ia datang saat pagi? Sementara
yang lebih indah pada senja hari. Kerena bersama hilangnya matahari,
cahaya-cahaya lampu perahu di laut yang jauh itu mulai nampak. Dan itu menambah
keindahan pantai laut itu.
Berjam-jam aku berada di
atas bukit itu, sampai mata tak mampu lagi untuk melihat arah jalan yang samar-samar
itu. Karena jalan-jalan di bukit itu penuh dengan rumput-rumput yang tebal.
Sehingga, saat matahari terkubur di ufuk barat, mata tak sanggup lagi melihat.
Dan kemudian aku harus bermalam di bukit itu. Udara senja di bukit itu,
menenangkan suasana batin dan tubuh yang panas oleh karena detakkan jantung yang
dua kali lebih cepat dari yang normal. Hingga aku tak sadar lagi. Harapanku
saat aku mulai menutup mata untuk tidur, hanyalah mimpi agar perempuan yang
tadi kutemui itu memberikan arti dari senyumannya itu.
Oleh: Hironimus Janggu
Wairpelit/Maumere, 25
Oktober 2019
BERSAMBUNG
ke Episode II

Keren nara
BalasHapusio mksi nu n klu enu mau tulis juga bisa ee... nti diinformasi ya..
HapusAsyik ase Fr...saya suka literasi dan mantap sekali.
BalasHapusIo mksi KK... Atas dukungannya. Salam.
Hapuskeren frater
BalasHapusKerennn eh.
BalasHapusTeruslah berkarya fr. Salam sukses๐๐๐
asikk kk frater๐๐
BalasHapusKren Fr.
BalasHapusKeren kk fr
BalasHapusTetap semangat Nana fr
BalasHapusSemangat Terus untuk menggapai Tujuan perjalanan Frater.... jadilah pengembara yang setia๐
BalasHapusSemangat ase
BalasHapus