Cerpen Terbaru Episode III (DI KOTA KECIL)
https://rinojanggu.blogspot.com/2020/08/cerpen-terbaru-episode-ii.html Episode III
DI KOTA KECIL
******
Saat aku di gerbang kota kecil itu, kuarahkan pandanganku
ke pergelangan tangan seseorang yang sementara keluar dari dalam kota itu.
Tetapi sedikit samar dan kurang ku perhatikan dengan baik pukul berapa saat itu.
Karena sekian banyak orang berlalu lalang, keluar masuk gerbang kota itu.
Memang itulah kota. “kataku saat aku meluangkan waktu untuk sedikit
beristirahat di depan gerbang kota itu”. Namun, saat aku melihat di sekilingku,
tidak ada suatu pun tempat duduk yang dapat memberikanku tempat peristirahatan
yang baik. Ini cukup melelahkan. Aku telah berjalan begitu jauh dan aku sangat
lelah. Biarkan aku cari tempat yang bisa memulihkan tenagaku dan mengeringkan
keringat yang membasahi bajuku. “sambil berjalan menuju pojok bagian kanan kota
itu”. Karena memang di pojok kanan kota itu ada sedikit tempat untuk
beristirahat. Walaupun tidak seperti tempat peristirahatan ku yang pertama.
Paling tidak sedikit memberi rasa nyaman untukku saat itu.
Beberapa menit kemudian, hal yang sama dirasakan oleh
seorang nenek tua yang tak mampu lagi untuk berdiri sedikit lebih lama karena
usianya yang sudah tua. Nenek tua itu datang mendekatiku kemari. Saat ia mulai
duduk di sampingku yang sebenarnya tempat itu diperuntukan hanya satu orang.
Namun karena usia nenek itu, terpaksa aku memberikan separuh tempat itu untuk
nenek itu beristirahat. Saat itu ada sesuatu yang lebih menarik. Namun sedikit
menakutkan. Karena aku tidak pernah melihat benda yang tiba-tiba berdering. Itu
alarm. “Kata nenek tua itu”. Setiap jamku menunjukan pukul 12.00 siang. Ia
berdering. Itu menanda waktunya berdoa malaikat Tuhan. “kata nenek itu, untuk
menjelaskan apa yang terjadi saat itu”. Nenek itu memang yang sangat tua. Tetapi,
ia sangat patuh terhadap agamanya. Ia rajin berdoa. Dan tak boleh satu hari pun
ia melewatkan waktu untuk melakukan kewajiban agamanya. Saat itu ia mulai
mengangkat tangan dan mulai berdoa. Aku memperhatikan cara doanya. Ia
memulainya dengan tanda salib. “nak kalau berdoa harus diawali dengan tanda
salib. Karena kita adalah agama Kristen. Kata kakekku saat aku masih kecil”.
Aku pun melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan oleh nenek tua itu.
Tanganku sedikit kaku karena suda lama aku tidak berdoa.
Setelah aku mengakhiri doaku, doa yang dilakukan oleh
karena nenek tua itu, aku berdiri dan hendak memasuki pintu gerbang kota kecil
itu. Nenek tua itupun mencoba untuk mengikuti kecepatan langkahku. Tetapi
karena usianya, langkahnya sedikit lebih lambat. Sehingga, nenek tua itu,
hilang di kerumunan orang banyak di gerbang kota kecil itu.
Keesokan harinya, saat matahari mulai terbit aku bangun
dari tempat tidurku yang disediakan oleh seorang penjaga rumah penginapan di
kota itu. lalu, aku pergi dan meminta kepada seorang yang ada di rumah
penginapan itu. Bolehkah aku mendapatkan segelas air? Boleh..”jawab penjaga
rumah penginapan itu”. Apakah kamu seorang yang bekerja di sini? “aku
melanjutkan percakapan sementara ia menuangkan air ke dalam gelas”. Ia jawabnya,
dengan nada yang sedikit ragu. Mungkin ia sedikit lebih banyak bekerja
dibandingkan bercakap-cakap. Karena memang orang yang meminta untuk menginap di
tempat ia bekerja cukup banyak. Sehingga, ia lebih mementingkan melayani
tamunya dari pada bersantai-santai.
Setelah ia menuangkan air itu ke dalam gelas, ia
menyodorkannya padaku. Terima kasih... kataku dengan nada yang sedikit lega.
Karena kurang lebih dua hari aku tidak menikmati air yang begitu segar. Ya, karena
memang air di pegunungan berbeda dengan air di pesisir pantai. Apa lagi kota ini
sedikit lebih bersih di bandingkan dengn kota Delux yang dekat pesisir pantai
laut itu. Penuh dengan sampah plastik dan juga busukan-busukan makanan-makanan
sisa yang dibuang di setiap selokan-selokan kota. Lalu aku menghabiskan air
yang dalam gelas itu dengan waktu yang cukup singkat. Kemudian menyodorkan
kembali gelasnya lalu pergi. Tidak lupa juga aku katakan terima kasih.
Beberapa menit setelah aku berangkat dari rumah
penginapan itu, coba untuk berjalan keliling kota itu. Kota yang dulunya
diberi nama kota Wela Mata. Bagaimana modelnya jika sebuah kota dirubah mulai
dari namanya sampai pada penataannya? Mungkinkah terasa berbeda. Ia, memang
sangat berbeda. Karena yang memimpin kota itu bukan lagi raja Tarsus yang
meninggal 16 tahun yang lalu. Melainkan raja Wilson. Ia suda memimpin kurang
lebih 16 tahun. “kataku saat melewati istana raja”. Saat melihat seluruh kota
itu, mulai dari model gedung yang begitu asing, sampai pada setapak-setapak
yang di depan gedung itu, hingga sampai pada penataan tempat jemuran. Begitu
rapi teratur. Ini kota yang orang sering diceritakan. Bahwa di seberang bukit
Poco Leok. Ada sebuah sebuah kota kecil yang sangat indah dan sejuk.
BERSAMBUNG
Menanti episode IV
Komentar
Posting Komentar